Rasa penasaran yang menggebu
akhirnya menemui jodohnya. Setelah cukup paparan pengantar dari Pak Brian sekitar
sebulan lalu, pada tanggal 4 Januari 2020, mulailah masuk dalam lingkaran “guru
penulis”. Sehari sebelumnya, sudah dibriefing seperti apa konsep Pelatihan Belajar
Menulis PGRI ini, dan bagaimana teknis agar mendapatkan sertifikat 40 jam.
Awal Januari ini adalah permulaan
untuk Gelombang 17, dimana saya masuk di dalamnya menjadi murid Omjay dan
koleganya yang sudah mumpuni di bidang menulis, khususnya menerbitkan karya
menulisnya dalam bentuk buku. Menariknya, dalam kuliah-kuliah ini, untuk dapat
mencapai target “mampu menerbitkan buku hasil tulisannya”, peserta diajak untuk
menuliskannya terlebih dahulu di blog. Guru diajak menjadi seorang blogger.
Menurut saya, sebenarnya ini adalah sebuah usaha pembentukan mentalitas seorang
penulis. Hal ini memanglah yang diharapkan Omjay, dimalam selasa ini, beliau
berujar dalam kuliah online-nya via WA Grup: “Tiada hari tanpa menulis sudah harus menjadi motto hidup kita. Coba
anda bayangkan bila anda rutin menulis setiap hari 1 lembar atau 1 halaman,
maka dalam sebulan anda sudah memiliki 30 buah tulisan. Apalagi bila anda rutin
setiap hari dalam setahun, maka tulisan anda akan dapat menjadi sebuah buku
asalkan anda fokus dan komitmen dengan materi yang anda tuliskan”.
Mantab, bukan ?. menulis dalam satu
hari 1 lembar. Mampukah konsisten melakukannya ?. Kebanyakan orang Indonesia,
walaupun rasanya pahit, harus diakui bahwa kita seringkali berubah tabiat atau
kebiasaan seringnya “harus dipaksa”. Bagi pemula atau yang sudah memulainya
lebih baik dari pemula, seringkali dihinggapi rasa malas dalam menulis. Omjay
mensiasatinya dengan kalimat: “lawanlah
hawa malas dari diri anda sendiri. Anda harus menjadi panglima dalam diri anda
sendiri. Jangan biarkan diri anda dipimpin oleh kemalasan. Menulislah setiap
hari, menulislah dari apa yang menarik hati, dan yang dikuasai.” Bagi saya,
soal apakah produk tulisannya tergolong bagus atau tidak adalah bukan hal yang
utama. Menulis itu merupakan bukan giving
atau anugrah layaknya kecerdasan tinggi tanpa harus belajar. Menulis itu adalah
produk budaya yang artinya ialah sebuah proses yang bisa dipelajari dan
membutuhkan pembiasaan-pembiasaan. Lahaplah buku sebanyak-banyaknya, bacalah
dengan baik lalu muntahkan dalam tulisan. Menulislah, selama tidak ada unsur penghinaan kepada pihak
lain atau melanggar hukum serta adat, maka biarkan apa adanya, tidak perlu
segera meng-editnya. Tertawa lepaslah ketika nanti kembali melihat tulisan yang
sudah dibuat. Menertawai diri sendiri terhadap hasil karya itu adalah usaha
evaluasi dan ketahanan mental untuk kemudian menciptakan tulisan yang lebih
baik. Beranikanlah untuk bilang salah ke diri kita sendiri. Sekali lagi,
menulislah setiap hari, biasakan menulis 1 hari 1 lembar.
Omjay sudah mempraktikan apa yang
sudah disampaikan malam ini, oleh karenanya beliau percaya diri mengangkat tema
perdana ini yang sekaligus menjadi personal brandingnya: “menulislah setiap
hari, dan buktikan apa yang terjadi” yang menempel kokoh di blog berbayarnya. Setelah
13 tahun bergelut dengan dunia tulas-tulis di blog, puluhan buku berhasil
diterbitkannya, bahkan tulisan di blog-nya saja sudah dihargai pihak lain
dengan jumlah rupiah yang cukup menyenangkan. Kesuksesan Omjay yang sudah
dianggap sebagai “guru-nya para blogger guru Indonesia” tidak serta merta
hadir, ini merupakan sebuah proses. Beliau menyatakan sebagai berikut: “Berlatihlah
terus menulis sehingga anda memiliki jam terbang yang tinggi dalam menulis. Tak
ada orang yang pandai menulis selain berlatih dan berlatih”. Kalimat-kalimat
motivasi membuat saya terbangun, bahkan terbilang membuat saya malu. Kegigihan Omjay
yang kuat dalam soal menulis, nyaris tidak ada di diri saya. Pengembangannya yang
luas menembus batas mata pelajarana yang diampunya menyentil diri saya yang
seringkali berkubangan dalam pelajaran yang diampu. Beliau memiliki buku dengan
penulis nama dirinya, dan saya masih memegang buku dengan nama orang lain. Di saat
rumahnya kebanjiran, malahan Omjay mendapat ide yang kemudian segera
diwujudkan, yakni “Pelatihan Belajar Menulis” yang saya sedang ikuti. Masih banyak
yang membuat saya malu, padahal ketika Omjay memulai membangun budaya nulis di
blog, saya juga melakukannya di tahun yang sama: 2007. Saya masih ingat ditahun
tersebut kuliah bareng beliau yang hobby-nya merekam perkuliahan dengan kamera
ber-tripod yang diletakkan tidak jauh dari tempat saya duduk saat menyimak Professor
Conny S memberi kuliah.
Semoga saja menjadi murid Omjay
di Gelombang 17 ini, bisa membuat saya tidak malu lagi. Beliau berujar: “bertemanlah
dengan Bu Aam dan Om Jay, Insya Allah jadi penulis”. Masuknya saya dalam lingkaran
para penulis, layaknya petuah orang dulu: “jika mau wangi, maka bergaullah
dengan tukang minyak wangi”. Ini adalah usaha, sebuah ikhtiar untuk tetap
menyalakan api penyemangat untuk konsisten menulis.
0 Komentar
Silahkan berkomentar, mari bangun argumen bukan sentimen